Tuesday, July 12, 2016

Sudah 10 WNI Diculik Kelompok Bersenjata, Apa Kabar MoU Panglima 3 Negara?



Jumat 5 Mei 2016 atau sekitar 2 bulan yang lalu, di Gedung Agung, Yogyakarta, 3 panglima tentara tiga negara, yakni Indonesia, Malaysia dan Filipina bertemu. Pertemuan itu dilatarbelakangi maraknya aksi penculikan oleh kelompok bersenjata di perairan Filipina.

Pertemuan yang juga diikuti Menteri Luar Negeri ketiga negara itu menelurkan sebuah kesepakatan untuk melakukan patroli bersama. Ketiga negara akan mengerahkan pasukan untuk menumpas kelompok bersenjata, yang sebagian merupakan kelompok Abu Sayyaf yang gemar melakukan penculikan di wilayah perairan Filipina.

Tapi bagaimana kenyataannya?

Dalam catatan detikcom, 2 bulan setelah pertemuan itu, justru sudah ada 10 WNI yang diculik kelompok bersenjata. Bahkan, kuat dugaan, dua kejadian penculikan dilakukan kelompok Abu Sayyaf.

Kejadian penculikan pertama pasca pertemuan Yogyakarta terjadi pada 20 Juni. Lokasi kejadian berada di sekitar Laut Sulu.

Kelompok bersenjata yang belakangan diketahui merupakan kelompok Abu Sayyaf mencegat Kapal Charles 001. Kapal yang berisi 13 ABK itu dibajak 2 kali oleh kelompok bersenjata, 7 WNI disandera, sedangkan 6 lainnya dibebaskan.

Penyanderaan terjadi di Laut Sulu dan dibagi dalam dua tahap pada 20 Juni sekitar pukul 11.30 waktu setempat, dan kedua 12.45 waktu setempat oleh 2 kelompok senjata yang berbeda.

Selang beberapa saat, tepatnya pada Sabtu (9/7) kembali terjadi penculikan terhadap WNI. Sebuah Kapal Pukat Tunda yang berisi 7 ABK sedang berlayar di pantai timur Sabah, sekitar 8 nautical mile dari pantai dan tiba-tiba diserang oleh sekelompok pria bersenjata yang naik perahu putih. Diketahui ada 5 pria bersenjata dan mereka berbicara bahasa Melayu dengan dialek Sulu.

Anehnya, dari 7 orang ABK, kelompok bersenjata itu hanya memilih orang yang berpaspor Indonesia untuk diculik. Sedangkan sisanya dilepas.

Ada 7 pekerja yang berada di Kapal Pukat Tunda dengan rincian 4 orang WNI dan 3 lainnya WNA. Saat itu, 5 orang bersenjata api yang menenteng M 16 dan M 14, datang dengan menggunakan kapal cepat berwarna putih. Ketiga WNI yang diculik adalah Lorence Koten (34), Teo Dorus Kopong (42) dan Emanuel (46).

Otoritas Malaysia menduga 5 pria bersenjata yang menculik 3 WNI yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) adalah dari kelompok Abu Sayyaf yang dipimpin Apo Mike. Malaysia sudah menginformasikan Filipina terkait penculikan ini.

Hingga saat ini, dari 10 WNI yang disandera, belum ada satupun yang berhasil dibebaskan. Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu sempat menyebut bahwa sudah ada ribuan tentara Filipina yang mengepung kelompok Abu Sayyaf. Namun hingga saat ini belum ada kabar lanjutan dari Filipina.

Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo juga tidak bisa mengirimkan pasukannya ke Filipina. Indonesia tidak diizinkan melakukan operasi militer untuk membebaskan WNI yang disandera.

Namun, untuk 3 WNI yang disandera pada Sabtu (9/7), Jenderal Gatot menegaskan bahwa yang bertanggung jawab untuk membebaskan adalah pemerintah Malaysia. Pasalnya, lokasi penculikan berada di Malaysia dan ketiga WNI hanya bekerja di kapal Malaysia.

"Yang jelas ini tanggung jawab Malaysia karena ini kapal berbendera Malaysia dan beroperasi di sana dan tenaga kerja kita kerja disana dengan legal," ujar Gatot seusai rapat kepada wartawan di kantor Menko Polhukam Jalan Medan Merdeka Barat, Senin (11/7).

Gatot mengaku heran kenapa hanya WNI Indonesia saja yang diculik. Padahal di kapal itu ada ABK lainnya.

"Kenapa selalu Indonesia yang diculik? Ini kapal-kapal Malaysia, mencari ikan di Malaysia, WNI kerja legal di sana. Diambil yang mempunyai passpor Indonesia, saya tanya adapa ini? Saya katakan tadi mungkin kita terlalu persuasif. Mungkin alasan ekonomi atau alasan yang lain lagi. Ini harus kita analisa dengan benar," urai dia.

Sementara itu, terkait MoU dengan Malaysia dan Filipina, Gatot mengaku belum bisa melakukan operasi. Masih ada SOP bersama yang harus disusun tiga negara.

"Kan baru kesepakatan, baru MoU saja," ujar Gatot beberapa waktu yang lalu.

"Indonesia siap (patroli bersama), tapi untuk diketahui Filipina kan sempat seperti demisoner gitu ya. Bukan demisioner tapi karena tanggal 30 kan nanti pergantian pemerintahan. Ini yang membuat kita tidak bisa cepat (realisasikan kesepakatan)," imbuhnya.

0 komentar:

Post a Comment

Berita Acak