Wednesday, October 26, 2016

8 Desa Paksa Kades Bikin Perdes Anti Nikah Dini Menghindari Banyaknya Perceraian



Upaya Delapan Desa Cegah Pernikahan Dini di Kebumen, Jawa Tengah

Terlalu banyaknya dampak buruk pernikahan di usia anak sangat dipahami warga desa di Kebumen, Jawa Tengah. Mereka serempak kampanyekan anti nikah dini, bahkan menolak UU Perkawinan. 

BERKELOK dan harus penuh kesabaran me nuju Desa Panimbun, Kebumen ini. Badan jalan cukup sempit tak cukup dilalui dua ken daraan mobil. Kondisi jalannya pun cukup licin, terutama pada bagian perbukitan. Tampak sebagian bukit dipenuhi pohon pinus yang sudah tua. Berdiri tegak, rapi layaknya barisan prajurit. Sebagian lain karakter hutan tropis dengan tanaman perdu. Butuh ekstra waspada, karena dinding bukit itu kerap longsor sewaktu-waktu. ’’Musim penghujan seperti ini jadi hambatan bagi kami warga desa.
Sebagian tanah bukit sering kali ambruk menutup jalan,’’ ujar Yanto, warga desa Panimbun yang menjadi guide perjalanan. 

Satu setengah jam terlewati. Desa Panimbun tampak di depan mata. ’’Selamat datang di desa Panimbun. Inilah satu dari delapan desa yang telah sepakat menolak nikah dini,’’ lanjut Yanto sambil mengantar ke kantor Desa Panimbun Kecamatan Karanggayam, Kebumen. 

Kenapa mesti ke kantor desa? Yanto berkilah dari kantor itulah bisa terlihat perubahan angka nikah dini yang pernah terjadi. Perubahan itu bukan tanpa upaya. Ada kerja keras yang dilakukan aparatur desanya. 

Dari jauh tampak senyum lelaki berusia 40 tahunan. Berdiri menghadap rombongan yang penasaran dengan kegigihan warga desa menolak nikah dini. Lelaki itu berseragam hijau. Berbeda dari orang lain yang juga ikut berdiri. ’’Ini Pak Surat Munandar. Beliau sekretaris desa. Kebetulan kepala desa sedang ada musibah. Jadi Pak Sekdes yang menerima,’’ kata Yanto.
 
Surat Munandar memang aparatur desa yang ikut gigih menolak nikah dini. Kegigihannya itulah membuahkan sebuah peraturan desa yang secara tegas anti pernikahan dini. Bahkan tak gentar berbeda pendapat dengan aturan lebih tinggi.

Di kantor Desa Panimbun suasana anti nikah dini sudah terasa. Ada ruang media publik yang terpasang di luar kantor. Dalamnya berisikan keluhan remaja desa. Di ruang itulah kampanye anti nikah dini disampaikan. Banyak model kampanye yang dilakukan warga desa. Mulai tulisan sampai gambar sederhana.
Semuanya menyatakan ungkapan menolak nikah dini. ’’Ini amanat warga. Seluruh warga desa memang tak setuju nikah di usia anak. Yakni di bawah usia 18 tahun,’’ kata Surat Munandar. Mendapat dorongan itulah, sambung dia, seluruh tokoh desa dan aparatur desa berdialog serius. Karena ada pandangan berbeda aturan nikah dengan tuntutan sebagian warga.  Dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, kata Surat Munandar, secara jelas pernikahan bagi perempuan bisa dilakukan minimal usia 16 tahun. Padahal usia itu masih belum cukup untuk membangun rumah tangga. Pada sisi lain, sebagian penduduk desa tetap setuju melakukan pernikahan usia sesuai UU Perkawinan. Tapi pada sisi lain ada penduduk desa yang tak menginginkan pernikahan usia dini terjadi.  "Tak mungkin itu dibiarkan terus. Aparatur desa dan tokoh berembug mendengarkan pendapat dari berbagai pihak,’’ paparnya. 

Peraturan Desa (Perdes) No. 3 Tahun 2012 sudah terbit. Perdes yang mengusung tema Perlindungan Anak itu terdiri atas 8 Bab, 57 Pasal. Ada 4 pasal yang membahas tentang pernikahan. Sekdes mengaku peraturan itu memang baru diterbitkan pada 30 Mei 2012. Tapi secara empris sudah lebih dulu jalan sebelum aturan itu ada. ’’Sekarang lebih tegas sifatnya. Membatasi pernikahan dini terjadi,’’ paparnya. 

Bagaimana penerapannya? Surat Munandar menegaskan persoalan nikah dini di Panimbun memang begitu mencemaskan pada tiga tahun lalu. Angka pernikahan di usia anak selalu terjadi. Paling tidak dalam setahun bisa 2-3 anak menikah di usia dini. Menariknya Perdes No. 3 Tahun 2012 itu secara tegas melawan UU No.1 Tahun 1974. Bahkan pada Pasal 30 sampai Pasal 33 menuangkan khusus soal pernikahan dini. ’’Pasal 30, setiap anak berhak dan ber kewajiban menjaga dan melindungi dirinya serta mencegah dari menikah di usia anak,’’ kata Surat Munandar membacakan isi pasal itu.

Selanjutnya, terang dia, pada Pasal 31, setiap orang dilarang mempengaruhi, membujuk anak untuk tidak melakukan pernikahan di usia anak. Bahkan Pasal 33 membatasi larangan memberikan rekomendasi nikah bagi aparatur desa. ’’Setiap calon pengantin kan menikah ada surat dari pengantar desa. Jika diketahui calon pengantin itu masih berusia di bawah 18 tahun, maka rekomendasi nikah itu tidak dikeluarkan,’’ paparnya. 

Perdes ini, sambung dia, memang bertentangan dengan UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Tapi itu menjadi bukti warga desa pun sudah tak setuju dengan batasan usia nikah pada regulasi tersbut. 

Tak hanya desa Panimbun yang menolak nikah dini. Di Kabupaten Kebumen ini ada delapan desa yang memiliki sikap serupa. Menolak nikah di usia anak. Bahkan delapan desa itu pun memilki Perdes hampir sama.

Desa Kajoran Kecamatan Karang Gayam yang letaknya lebih jauh dari Desa Panimbun, tak mau kalah hebat. Desa yang berada nyaris paling ujung di Kabupaten Kebumen itu pun membuat Peraturan Desa yang menolak nikah dini. Kepala Desa Kajoran, Suparlan mengaku nikah usia dini juga sempat ramai di desanya.

Mereka menikah dengan berbagai faktor pemicu. Mulai tekanan ekonomi sampai kasus tak sedap. “Ya..remaja sekarang memang beda. Ada kok yang nikah karena hamil duluan. Padahal usianya masih di bawah 18 tahun,” paparnya. 

Faktor pemicu nikah dini inilah yang terus diminimalisasi dengan menyadarkan orang tua dan remaja desa. Suparlan pun mengajak tokoh desa membuat aturan khusus tentang pernikahan. Hingga diterbitkan Peraturan Desa perlindungan anak. Aturan itu membahas soal pernikahan. ’’Semua warga setuju nikah harus usia dewasa. Hitungannya di atas 18 tahun. Jadi kesepakatan itu dibuat dalam Peraturan Desa,’’ imbuh kepala desa berusia 60 tahunan ini. 

Hingga kini sudah delapan desa di Kebumen yang memiliki Peraturan Desa (Perdes) Perlindungan Anak. Enam desa lainnya adalah Desa Karang Sambung, Desa Logandu, Desa Pesuningan, Desa Sidototo, Desa Pejengkolan dan Desa Balingasal. Perdes tersebut mengikat kepala desa dan jajarannya untuk aktif dalam upaya-upaya preventif perlindungan anak, khususnya pernikahan dini. (*)

0 komentar:

Post a Comment

Berita Acak