Friday, July 1, 2016

Cerita Kronologi Lengkap Kasus Guru di Penjarakan Oleh Anak Didiknya Sendiri yang Merupakan Anak dari Anggota TNI


SIDOARJO - Para guru di Sidoarjo merasa waswas jika akan menghukum siswanya. Hal ini lantaran kasus disidangnya salah seorang guru Sidoarjo karena mencubit siswa tersebut, Selasa (28/6/2016).

Ratusan guru Kota Delta melakukan aksi simpatik terhadap salah satu rekannya, Sambudi (45), guru SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo, yang tengah menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo.

Sambudi disidang karena salah satu orangtua murid, Yuni Kurniawan, tak terima anaknya, sebut saja SS, dicubit hingga memar.

Ratusan guru tersebut melakukan aksi long march dari Alun-Alun menuju PN Sidoarjo sambil menyerukan tindakan keterlaluan aparat hukum yang menyidangkan seorang guru karena permasalahan sepele.

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jatim, Ichwan Sumadi, mengatakan penyidangan terhadap Sambudi tersebut berada di luar akal sehat.

"Katakanlah, seorang guru itu mencubit siswa. Namun, yang dilakukannya itu dalam koridor mendidik. Itu yang dilakukan rekan kami Sambudi terhadap siswanya," kata Ichwan kepada awak media.

Ichwan menuturkan kejadian pencubitan itu bermula ketika Sambudi menghukum beberapa siswa SMP Raden Rahmat karena tidak melakukan kegiatan salat Dhuha.
Dijelaskan, kegiatan salat Dhuha tersebut merupakan kebijakan sekolah untuk menumbuhkan sikap bertaqwa kepada siswanya.



Namun, beberapa siswa mangkir dari salat tersebut termasuk anak Yuni Kurniawan, yaitu SS.

Sambudi kemudian menghukum siswa tersebut dengan cara mencubitnya.

"Tapi orangtua siswa tersebut tak terima dan melaporkan Sambudi ke Polsek Balongbendo hingga saat ini disidang. Kami lakukan aksi ini untuk mendukung secara moral kepada rekan kami," sambungnya.

Ichwan menyatakan kejadian ini memiliki potensi adanya kericuhan dalam dunia pendidikan. Hukuman mencubit, lanjut Ichwan, belum dalam kategori parah.

Apalagi, tak hanya satu siswa dihukum, melainkan ada 30 siswa yang mendapat sanksi yang sama.

Ichwan menduga karena orangtua SS merupakan anggota TNI berpangkat Serka dari satuan Intel Kodim 0817 Gresik yang akhirnya membuat pihak Polsek Balongbendo menerapkan hukum positif terhadap peristiwa tersebut.

"Saya tidak tahu alasan utamanya melaporkan ke polisi apa. Hanya saja, hal seperti ini bisa dimusyawarahkan," paparnya.
Dari kejadian ini, lanjutnya, para guru menjadi resah ketika akan menghukum siswanya. Menghukum demi kebaikan anak didik malah bisa masuk penjara.

Kendati demikian, Ichwan mengakui masih ada oknum guru yang menghukum siswa secara di luar batas. Namun menurutnya, hal itu tak nampak pada kasus Sambudi.

"Ini yang jadi kekhawatiran para guru," ujarnya.

Ruang Sidang Kartika PN Sidoarjo penuh sesak para guru yang tengah mendukung Sambudi.

Dalam sidang yang berlangsung pukul 14.00 WIB itu, Sambudi yang memakai seragam korp PGRI itu nampak tenang menanti tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dibacakan Jaksa Andreanus dan Karyati.


Namun, pihak JPU menyatakan belum menentukan dakwaan sehingga Ketua Majelis Hakim Rini Sesuni menyatakan sidang ditunda pada 14 Juli 2016.

Kepada wartawan, Sambudi menyatakan tidak melakukan aksi pencubitan hingga memar kepada para siswanya. Sambudi menyampaikan yang ia lakukan hanya mengelus dan menepuk bahu serta pundak siswanya.

"Sembari saya ingatkan untuk tak mengulanginya lagi. Anak-anak tidak salat Dhuha malah bermain di tepi sungai," tandas Sambudi.

Kapolsek Balongbendo, Kompol Sutriswoko, saat ditemui di Mapolres Sidoarjo menyatakan hal yang berbeda dari keterangan Sambudi.

Menurutnya, Sambudi secara nyata melakukan tindakan pencubitan tersebut hingga menyebabkan memar di lengan atas sebelah kanan SS.

"Sudah dibuktikan pula dengan hasil visum," tukas Sutriswoko.

Dijelaskan, kejadian pada 3 Februari lalu yang dilanjutkan laporan masuk tiga hari setelahnya.

Saat laporan masuk, pihaknya langsung melakukan visum yang selanjutnya pada 8 Februari memanggil Sambudi untuk pemeriksaan pertama.

Sutriswoko menampik kasus ini diteruskan karena orangtua SS merupakan anggota TNI AD.

Kasus ini P-21 lantaran segala unsur pidana telah memenuhi.

Sutriswoko membeberkan tersangka tak hanya sekali ini saja melakukan kekerasan fisik kepada siswanya.

Bahkan ungkapnya, ada siswa lain yang juga mengalami hal sama seperti SS, namun takut melapor.

"Karena itu, kami melakukan semuanya sudah sesuai prosedur," ucapnya.

0 komentar:

Post a Comment

Berita Acak