Rogojampi Tertinggi, Sumbang 139 Kasus
BANYUWANGI – Penyakit demam berdarah
(DB) yang terus meningkat pada tahun 2016 ini diprediksi akan terus naik
pada bulan Juli ini. Apalagi kondisi cuaca saat ini bisa dibilang terus
menerus diwarnai hujan.
Sampai kemarin (21/7) tercatat ada
sekitar 1.319 kasus DB yang terjadi selama tahun 2016 dengan jumlah
penderita yang meninggal mencapai 11 orang. Tingkat kesadaran masyarakat
yang rendah terhadap pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dianggap
menjadi faktor paling menentukan pertumbuhan nyamuk aedes aegypti ini.
Meski fogging atau pengasapan sudah
seringkali dilakukan oleh Puskesmas di titik ditemukannya pasien DB,
akan tetapi tanpa kerja sama dan kepedulian masyarakat, penyakit yang
ditularkan melalui nyamuk ini tampak sulit diberantas.
“Kita sudah coba permudah prosedur
fogging. Jika ada laporan kasus, kita temukan dan langsung di-fogging.
Tapi tetap jumlahnya masih meningkat,” ujar Kasi Pemberantasan Penyakit
Menular Dinkes Banyuwangi, Sudarto Setyo.
Dinnkes sudah mencoba memetakan
penanganan DB, baik melalui wilayah maupun penyebab. Untuk wilayah
Rogojampi, yaitu daerah Puskesmas Gitik dan Gladag masih menjadi
penyumbang terbesar dengan total 139 kasus.
Sebagian besar disebabkan karena
banyaknya lokasi genangan air dari barang bekas yang tidak
dibersihkan. Kemudian wilayah Puskesmas Kabat dengan 97 kasus
dan Purwoharjo dengan 91 kasus. Kedua lokasi ini masih menjadi
langganan tahunan untuk jumlah kasus DB.
“Kalau di Kabat ini banyak rumah kosong.
Jadi meskipun seluruh wilayah kita fogging tapi ada satu rumah yang
lolos, hasilnya sama saja. Fogging-nya dianggap gagal,” jelas Darto.
Yang terpenting, menurutnya, saat ini adalah rutinitas PSN (pembersihan
sarang nyamuk).
Karena jika lama tidak dibersihkan,
siklus perkembangan nyamuk yang hanya membutuhkan waktu tujuh hari
menurutnya tidak bisa teratasi. Terlebih musim hujan saat ini ditambah
pemanasan global cukup mempercepat perkembangan nyamuk.
“Kita coba galakkan kembali program satu
rumah satu jumantik (juru pemantau jentik). Kita serahkan ke setiap
Puskesmas, kalau berjalan pasti bisa menekan angka penderita demam
berdarah,” tambahnya. Terkait jumlah 11 orang yang sudah meninggal
akibat DB di tahun 2016, menurut Darto, memang harus diwaspadai.
Karena bagaimanapun juga hal itu
mengindikasikan masih banyak warga yang belum tanggap dengan cara
pengobatan DB. “Jika dibanding Jember yang kasusnya sekitar 300-an,
tapi yang meninggal mencapai 8 orang. Kasus kita masih tergolong
rendah. Tapi tetap tidak bisa dise pelekan. Kuncinya masyarakat harus
terus waspada. Jangan bertindak setelah ada kasus,” tegasnya.
Sementara itu, pantauan Jawa Pos Radar
Banyuwangi di lapangan, ada cukup banyak pasien demam berdarah yang ada
di lapangan. Mereka yang sigap dengan langsung berobat ke puskesmas atau
rumah sakit rata-rata dapat sembuh lebih cepat.
Salah satunya Lailatul, 20, warga Dusun
Cemoro, Desa Balak, Kecamatan Songgon. Dia mengatakan sudah empat hari
dirawat di RSUD Blambangan. Dan rencananya boleh pulang keesokan
harinya. “Awalnya saya ke PKU Muhammadiyah dulu, terus dirujuk ke sini.
Kalau lingkungan saya sepertinya bersih, tapi tidak tahu lagi kalau ada
nyamuk asalnya darimana,” jelas Lailatul.
Wakil Kepala Ruang Penyakit Dalam
Tawangalun, RSUD Blambangan, Abu Bakar menambahkan, jumlah pasien
untuk penderita DB dewasa di tempatnya tidak cukup banyak. Tapi jika ada
pasti akan segera ditangani. Asalkan tidak terlambat, pasien bisa
pulang lebih cepat. Karena masalah utamanya adalah menangani jumlah
trombosit pasien yang rendah.
“Kalau di sini tidak terlalu banyak,
kemungkinan di bagian anak atau lainnya. Tapi di sini asalkan
datangnya tidak terlambat kemungkinan maksimal satu minggu sudah bisa
pulang,” jelasnya. (radar)
0 komentar:
Post a Comment