GLAGAH – Ribuan warga dari berbagai daerah tumplek blek di jalanan kampung Desa Kemiren, Glagah. Mereka berbondong-bondong datang di Desa Adat Oseng ini untuk mengikuti Festival Ngopi Sepuluh Ewu yang masuk dalam agenda Banyuwangi Festival.
Deretan meja dan kursi warga yang menyuguhkan kopi memanjang di penjuru jalan utama desa. Mulai dari Sanggar Genjah Arum milik Setiawan Subekti, menuju arah timur hingga batas Desa Kemiren dengan Kelurahan Banjarsari. Masyarakat yang datang bisa menikmati sajian kopi gratis yang disuguhkan masyarakat lokal. Dari tahun ke tahun, festival minum kopi masal ini semakin dibanjiri masyarakat.
Tidak hanya suguhan kopi dari warga masyarakat saja, dalam Festival Ngopi Sepuluh Ewu ini juga banyak stand-stand usaha mikro kecil menengah (UMKM) warga yang disajikan. Mulai jajanan tradisional, kaus, lukisan, souvenir, batik, dan hingga paket wisata.
Edukasi tentang bagaimana menggoreng kopi hingga menyajikan kopi juga diadakan oleh warga. Dalam edukasi ini Komunitas Kopi Banyuwangi yang memberikan penjelasan kepada masyarakat bagaimana cara menyajikan kopi agar supaya tersaji dengan nikmat.
Komunitas ini adalah wadah bagi pecinta kopi barista hingga pemilik cafe yang menjual kopi di Banyuwangi. Warga lokal juga seperti tidak mau ketinggalan. Dengan menggunakan pakaian adat Oseng, para perempuan yang sudah sepuh juga menyuguhkan bagai mana caranya menggoreng kopi dengan cara tradisional.
“Menggoreng kopi harus diaduk terus agar biji kopi matang secara merata. Tidak boleh terlalu matang biar enggak gosong,” ujar Mariati, 55, salah satu warga Desa Kemiren. Mariati mengakui, bahwa Desa Kemiren sejatinya tidak ada kebun kopi.
Namun kebiasaan ngopi di Desa Kemiren ini sudah berlaku sejak dahulu. Bahkan, menurutnya setiap warga desa dipastikan memiliki cangkir (gelas kecil) khas Oseng yang digunakan untuk menyuguhkan kopi kepada tamu yang datang ke rumah.
“Minimal warga di sini punya satu lusin gelas cingkir. Ngopi bareng iku nambah dulur (menambah persaudaraan), “ tambahnya. Ketua Lembaga Adat Desa Kemiren, Suhaimi mengatakan, ngopi bagi masyarakat kemiren adalah kebersamaan untuk menyambung persaudaraan. Kopi di Desa Kemiren adalah menu wajib untuk disajikan kepada para tamu.
“Kalau tidak memi num kopi, orang Kemiren ini akan pusing. Ngopi bareng di sini sudah menjadi tradisi sejak dulu untuk menambah persaudaraan, “ kata Suhaimi. Bupati Anas mengatakan, Festival Ngopi Sepuluh Ewu merupakan salah satu dari 53 festival di Banyuwangi.
Di tahun kelima festival ngopi sepuluh ewu ini, diharapkan akan terus menambah daya tarik wisatawan untuk datang ke Desa Kemiren. “Ngopi ini merupakan simbol persau da raan warga Desa Kemiren dengan warga luar daerah. Pemerintah mengucapkan banyak terima kasih kepada warga Kemiren yang teus melestarikan tradisi ini, “ ujarnya.(radar)
0 komentar:
Post a Comment