Friday, November 11, 2016

Mahasiswa Asal Bali Yang Melakukan Pendakian ke Ijen, Ditemukan Meninggal di Puncak Gunung Ijen.

 

LICIN – Tempat wisata Gunung Ijen kembali makan korban. Kali ini petaka menimpa mahasiswa Universitas Pendidikan (Undiknas) Bali. I Putu Deni Krosiawan, 20, meregang nyawa karena kehabisan napas saat berada berada di ketinggian puncak Ijen.

Dengan  meninggalnya Putu Deni, tercatat sudah empat wisatawan yang meregang nyawa dalam setahun ini. Putu mendaki bersama tiga rekannya dari Undiknas. Mereka terpaksa harus pulang lebih awal sambil membawa  jenazah Putu ke Bali.

Artha Dharmawan, 20, salah seorang mahasiswa yang menjadi saksi mata kejadian ini menuturkan, rombongan naik Ijen pada Kamis dini hari (10/11) pukul 03.00. Pendakian yang bertepatan dengan hari pahlawan itu direncanakan  dengan pengambilan foto di beberapa spot yang menarik.

Para pendaki tersebut adalah Made Dwi Radtya, asal Sumerta Kauh, Denpasar; Ogiyante Suwendra asal Klungkung; Arta Darmawan asal Jimbaran, dan Putu Deni Krosiawan asal Banjar Sangkar Agung, Negara, Jembrana. Ketika sampai di tengah pendakian, I Putu Deni Krosiawan, mengajak Artha dan temannya untuk berfoto di salah satu spot yang dilihatnya cukup bagus.

Setelah puas berfoto, Putu kembali mengajak untuk berfoto di spot yang lebih tinggi lagi. Karena Putu sudah tujuh kali  mendaki Kawah Ijen, Artha dan  rekannya pun membiarkan Putu  memilih lokasi. Begitu sampai di salah satu spot yang berjarak  11 meter dari titik mereka berfoto sebelumnya, Putu tiba-tiba mengeluh jika sudah tidak kuat lagi. Tak lama, Artha melihat rekannya itu sudah terkapar.

“Terakhir yang saya dengar itu,  dia bilang sudah ngos-ngosan.  Terus waktu saya hampiri, jarak  sekitar enam meter dia sudah tergeletak. Saya kira kesurupan,” ujar Artha. Dia pun sempat meminta bantuan kepada empat orang penambang belerang. Mereka kemudian  menyarankan agar Artha meminta  bantuan ke pos bawah.

Tanpa pikir panjang, Artha langsung menuju ke bawah. Di tengah  jalan, dia sempat bertemu dengan  dua orang wisatawan asing. Sambil menanyakan sinyal ponsel, Artha menceritakan kepada dua orang Wisman itu jika temannya sedang pingsan.

Salah seorang Wisman itu pun sempat memeriksa kondisi Putu  yang masih terkapar. Wisman itu bahkan sempat memberikan  bantuan napas buatan kepada  Putu yang sudah mulai pucat. “Saya lihat salah seorang bapak bule yang memeriksa Putu itu mencoba menolong dan membuka mulutnya, tapi bapak  bule itu langsung geleng-geleng.

Karena saya belum percaya,  saya kembali ke rencana awal, saya turun ke bawah. Saya tanya tiap orang apakah ada sinyal,  tapi tidak ada,” jelas Artha. Begitu sampai di bawah, Artha  sempat meminta bantuan kepada salah seorang petugas. Karena tidak ada kendaraan, petugas tersebut mengatakan, lebih baik membawa rekannya turun dulu sebelum diberi bantuan medis.

Mahasiswa Fakultas Hukum itu pun kembali naik untuk membawa temannya. Tapi di tengah   jalan dirinya melihat jika Putu  sudah dibawa penambang dengan menggunakan troli sambil ditutup  kain putih. Karena heran, dia sempat menanyakan kenapa tubuh temannya itu ditutup kain.

Artha mengatakan jika dirinya yakin kalau  tubuh temannya itu masih hangat. Begitu tiba di bawah, Artha  kembali harus berlari kesana-kemari untuk mencari bantuan.  Dia mengaku sempat diarahkan  oleh petugas untuk meminta bantuan medis. Tapi ruangan yang ditunjukkan oleh petugas itu malah terkunci rapat.

Artha pun sempat kebingungan karena tampaknya tidak ada petugas yang bisa benar-benar memberikan bantuan. Sampai  akhirnya ada sebuah mobil  ambulans yang kebetulan melintas di jalan depan Paltuding.   Setelah dikejar, akhirnya ambulans itu mau berhenti. Artha kemudian meminta agar temannya bisa diangkut.

“Waktu di atas tidak ada yang bisa membantu.  Saya tanya tim medis dimana  setelah diarahkan ternyata memang tidak ada. Saya sempat  kesal karena beberapa orang  mengerumuni teman saya dan mengambil-ambil foto. Saya sempat melarang mereka,  takutnya di-share yang tidak-tidak,” terang Artha.

Setelah diangkut ambulans, Artha sempat meminta kepada sopir untuk membawa temannya ke Puskesmas terdekat. Tetapi setelah diperiksa oleh petugas yang ada di ambulans, ternyata tubuh Putu sudah dingin dan dinyatakan meninggal.

”Yang saya sesalkan, kenapa tempat seramai itu tidak ada fasilitas kesehatannya,” sesal mahasiswa semester V tersebut. Kapolsek Licin, AKP Jupriyadi menambahkan jika dari laporan  yang diberikan BKSDA, menunjukkan jika Putu sudah meninggal pada pukul 08.30. Karena sudah  meninggal, korban pun langsung  dibawa ke RSUD Blambangan,  sedangkan teman-temannya  diinterogasi oleh petugas untuk  meminta keterangan lebih lanjut.

“Kita perkirakan korban meninggal karena kehabisan napas. Mungkin karena terlalu bersemangat, dia tidak memperkirakan tenaganya sampai kehabisan  napas, kita juga masih menunggu  hasil otopsi,’’ ujar Jupri. Kapolsek menambahkan, selama ini sudah dipasang beberapa  banner imbauan dan peringatan bagi para pendaki.

Dia berharap  ke depan pihak pengelola Kawah Ijen bisa menyediakan layanan  untuk pertolongan kepada pendaki. “Sehingga tidak terjadi lagi kasus seperti yang dialami  mahasiswa Universitas Pendidikan Nasional tersebut,’’ tandas  Jupriyadi.

Informasi yang diperoleh koran ini, peristiwa meninggalnya para pengunjung ini setidaknya menjadi pembelajaran bagi pengelola  Ijen. Sudah saatnya, di kawasan Paltuding disediakan pos kesehatan yang didukung dengan tenaga medis. Yang terpenting lagi, keberadaan kereta gantung  dianggap mendesak. Sebab, dengan kehadiran sky train tersebut pengunjung tidak harus berjalan kaki yang menguras tenaga. (radar)

0 komentar:

Post a Comment

Berita Acak